Harga-Harga Naik, Jangan Anggap Biasa!

TintaSiyasi.com — Kenaikan harga barang sudah menjadi fenomena kehidupan masyarakat saat ini. Jadi tak heran lagi tiap menjelang Ramadhan beberapa komoditas pangan selalu mengalami kenaikan harga yang tak terkira. Masih melekat dalam ingatan, minyak goreng sempat menghilang dari pasaran dan harganya melambung tinggi dikarenakan terjadi kelangkaan minyak goreng.
Komisi pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Dinni Melanie menemukan, sebagian besar komoditas daging ayam, bawang putih, cabai, gula, minyak goreng, daging sapi, telur dan tepung terigu selalu mengalami kenaikan tiap jelang ramadhan. Namun, sebagian komoditas tersebut belum terjadi kelangkaan. Hanya saja KPPU menyoroti lonjakan cabai merah karena diduga disebabkan faktor cuaca (Kompas, 2/4/2022).
Lonjakan harga yang berulang  bukan hanya sekadar teknis seperti permintaan yang tinggi sedangkan ketersediaan terbatas baik dari produksi dalam domestik maupun impor. Dan kelancaran distribusi hingga retail. Kondisi saat ini  diperparah dengan adanya kenaikan pajak dan bahan bakar minyak sejak awal April.
Seperti kelangkaan minyak goreng, dan kini giliran harga gula pasir yang naik dan langka akibat tidak adanya pasokan dari distributor, sehingga sejumlah toko dan minimarket di kabupaten Jeneponto, Sulsel tidak lagi menjual gula pasir. Gula pasir di jual dengan harga Rp.13.500 per kg, dari harga sebelumnya Rp. 12.500. Kelangkaan juga disebabkan tingginya permintaan gula pasir menjelang Ramadhan.
Tak Heran Lagi Komoditas Naik
Bagai ritual, setiap tahun baru atau setiap bulan Ramadhan tiba harga-harga komoditas menjadi naik tak terkira. Jika, komoditas terus mengalami kenaikan maka masyarakat lambat laun tidak akan kuat bertahan apalagi di masa pandemi saat ini di mana ekonomi masyarakat yang belum stabil akibat imbas dari Covid-19.
Fenomena kenaikan barang pun sudah dianggap biasa oleh masyarakat. Mereka beranggapan kenaikan ini wajar karena permintaan meningkat menjelang Ramadhan, sedangkan stok tetap bahkan tidak ada. Padahal ini bukan masalah yang remeh. Justru menjadi tanda tanya, kenapa setiap menjelang Ramadhan barang-barang mengalami kenaikan dan tidak stabil? Kenapa ini terus terjadi menjelag Ramadhan atau hari-hari besar lainnya?
Waspada Krisis Pangan
Negara +62 yang memiliki sumber daya alam yang melimpah dengan keanekaragam hasilnya. Bahkan tongkat aja ditanam jadi tanaman, sedangkan lautan bagaikan kolam susu yang menyediakan sumber gizi yang beraneka ragam. Namun, sedih bukan jika masyarakatnya sulit mencari pangan. Bahkan mereka merogoh kocek lebih dalam demi menikmati kekayaan di negeri ini.
Lonjakan bahan pangan sudah menjadi tanggung jawab pemerintah untuk menyelesaikannya sampai tuntas bukan seolah menganggap hal yang biasa dan mengabaikan penderitaan rakyat. Di mana kenaikan harga yang tajam  bisa menjadi berbahaya bagi stabilitas ekonomi dan politik. Bahkan bisa menjadi kekacauan dan krisis politik yang memakan korban jiwa.
Alhasil, dengan pendapatan masyarakat pas-pasan maka dikhawatirkan akan seperti Sri Langka yang mengalami krisis pangan karena kekurangan bahan pangan dengan kenaikan harga yang tajam dan ditambah pemadaman listrik yang melumpuhkan ekonomi. Sehingga Negara Sri Langka mengumumkan status darurat akibat krisis ekonomi. 
Sistem Ekonomi Islam
Kekacauan masalah pangan sepatutnya diselesaikan dengan solusi Islam dan diberlakukan sistem ekonomi Islam. Dalam Islam negara tidak boleh mengeluarkan kebijakan yang mematok harga. Rasulullah SAW bersabda, “Allah-lah yang Dzat Maha Mencipta, Menggenggam, Melapangkan rezeki, Memberi rezeki dan Mematok harga.” (HR. Ahmad dari Anas).
Kebijakan pematokan harga sekalipun dapat menstabilkan harga dalam waktu tertentu namun cara ini justru menyebabkan inflasi dalam masyarakat. Diakui atau tidak pematokan harga oleh negara akan mengurangi daya beli mata uang. 
Cara islam memberika solusi dalam menangani masalah kenaikan harga antara lain:
Pertama, dalam Islam harga justru mengikuti mekanisme pasar, penawaran, dan permintaan sebab secara alami harga memang ditentukan dari hasil pertukaran antara uang dan barang. Jika penawaran naik sedangkan permintaan sedikit maka harga akan turun,  dan sebaliknya penawaran sedikit dan permintaan besar maka harga akan naik.
Kedua, stabilitas harga dan mekanisme pasar ini terwujud maka harus ada perhatian dari keseimbangan antara permintaan dan penawaran ini. Tentu saja hal ini membutuhkan peran negara. Khilafah boleh melakukan interfensi pasar  dengan menambah permintaan barang ketika faktor penawarannya kurang sedangkan permintaannya besar caranya tidak akan merusak pasar justru akan menjadikan pasar dalam keadaan stabil. Hal tersebut bisa terjadi jika suatu wilayah mengalami krisis, bencana atau penyakit sehingga barang produksi dan penawaran berkurang. Untuk mengatasi kondisi seperti ini khilafah bisa memasuk barang-barang tersebut dengan mendatangkan dari wilayah lain. Salah satunya kebijakan khalifah Umar bin Khatab wilayah Syam mengalami wabah penyakit sehingga produksinya berkurang kemudian beliau memasok kebutuhan tersebut dari wilayah Irak.
Ketiga, jika penawaran barang berkurang karena ada kecurangan penimbunan barang oleh pedagang, maka khilafah melakukan intervensi dengan menjatuhkan sanksi kepada pelaku penimbunan barang dalam uqubat islam. Sanksinya pelaku  wajib menjual barang  yang ditimbunnya kepada pasar, sehingga pasokan barang bisa menjadi normal. 
Dalam ekonomi Islam tidak ada monopoli atau oligopoli yang bekerjasama dengan oligarki yang menguasai pasar. Menjelang Ramadhan, khilafah akan memantau barang yang beredar di pasar. Contohnya  Kekhilafahan Turki Utsmani misalnya pada saat itu sultan sendiri ikut memilih kualitas gandum untuk pembuatan roti yang akan dijual dan beliau pula yang menentukan jumlah dan berat garam yang ditambahkannya. Sehingga ketersediaan makanan terjamin dan harganya terjangkau khususnya menyambut bulan suci Ramadhan. Negara juga mempunyai qadhi yang mengawasi pasar dengan mengawasi harga dan peredaran bahan makanan yang haram yang membahayakan rakyat beredar di pasar. Inilah salah satu cara khilafah menjamin harga barang tetap stabil. []
Oleh: Retno Jumilah
Sahabat TintaSiyasi

source https://www.tintasiyasi.com/2022/04/harga-harga-naik-jangan-anggap-biasa.html

Oleh anakislam Dikirimkan di Berita

Tinggalkan komentar